Aku Aryo, kadet kapal peti kemas yang sedang singgah di Tanjung Emas untuk mengisi bahan bakar dan perbaikan kecil karena baling-baling turbin sempat menyentuh terumbu karang disekitar kepulauan Karimunjawa. Dari Surabaya kami harus mengangkut peti-peti kemas itu ke Taipei.
Tepat pukul 00.00 dini hari ketika aku tapakkan kakiku
pertama kali di Kota Lama. Beberapa gembel tampak mulai menggelar alas
alakadarnya sebagai tempat istirahatnya. Beberapa bahkan sudah terdengar
mendengkur. Seorang waria menghampiriku dengan gaya kenesnya. “Malam maass,
eke.. Betty… Mau ditemenin ngobrol, maaas?”, tanyanya sambil mengulurkan
tangan. Meski agak risih aku jabat pula tangannya. "Aryo..!”, jawabku
singkat. Bau tajam parfumnya menyeruak di antara gerahnya malam kota Semarang.
“Emmm, jadi aku harus panggil kamu mbak, atau mas?, tanyaku basa-basi. “Idiih,
emas ini loh… tentu saja mbak, atau panggil saja eke Betty, titik! Kalo besuk
pagi, boleh deh, mas panggil eke Bejo, hik. hikk”, kata Betty terkekeh sambil
mencubit pinggangku. Aku semakin risih. Tapi kupikir dari pada nggak ada teman
di tempat asing ini, bolehlah dia jadi sekedar teman ngobrol. “Eh.. Bet!
Deket-deket sini ada mesjid nggak, aku belum salat Isya’, nih?”. “Idiih, eke
kira mas Aryo tuh mau indehoy,
pilih-pilih yang anget apa yang hot gicu… sok alim banget sih mas!”… Betty terlihat kecewa. “Ups..
sorry Betty! aku nih lelaki asli, jadi bisanya indehoy ya … sama perempuan
asli, temenan aja yaa? Ntar aku traktir kopi deh!”..Alih-alih setelah merayunya
agar tak kecewa, akhirnya Betty menunjukkan juga sebuah masjid di Kauman.
“Eh..Mas Aryo, ngapain juga jengkang-jengking[1]
sembahyang?”, Betty menikmati kopi panas yang baru saja diseduh mas Parno di
warung meong sekitar kali Berok. Bau
parfumnya yang menyengat silih berganti ditimpali uap khas kali Berok. Aku
tersenyum dan balik bertanya, ‘Kalau kamu dikasih sesuatu oleh seseorang, apa
yang akan kamu lakukan ?’. “Yaa.. eke akan
berterimakasih, bahkan bila memungkinkan eke akan balas kebaikan orang itu…”.
“Nah… Salat itu adalah wujud terimakasih kita kepada yang Mahakasih. Kita
diberi hidup, diberi sehat, diberi kemapuan berfikir dan lain sebagainya, apa
kita mampu membalas semua itu…”, kataku bak seorang ustadz kepada santrinya.
Betty manggut-manggut. “Tapi, kenapa Tuhan menjadikan eke seperti ini, Mas?
dari pasar keliatan perempuan, ee…tapi dari kamar mandi kok keliatan laki-laki
banget? Dibilang eke laki-laki tapi kok kemayu,
dibilang eke perempuan, tapi kok tenaga kuda? Jadi gimana dong, mas?",
Betty setengah protes. “Jangan begitu, itu namanya cobaan. Berarti Betty tengah
diuji oleh-Nya. Kalau Betty bisa bertahan dalam keimanan, surga adalah janji
yang nyata dari Allah, tapi kalau tidak, jangan ditanya bara api neraka menanti
Betty”. Kami bercerita banyak menghabiskan sisa malam.
Bejo alias Betty, waria tunawisma. Tak pernah tahu siapa
orang tuanya. Dia ditemukan Yu Kemi pedagang loak yang sering mangkal di Pasar
Johar. Kehidupanya tak pernah lepas dari kemalangan. Hanya dua tahun lamanya
dia dalam asuhan yu Kemi, sebelum janda itu akhirnya meninggalkannya karena
asma. Bejo kecil bertemu Tomi Kucir, residivis kelas teri yang menjadi induk
semangnya. Balita itu harus belajar mengemis hingga usia delapan tahun.
Pergaulannya yang bebas tanpa mengerti norma dan hukum membawanya menjadi
seorang pencopet dengan modus operandi sebagai pengamen. Tak sampai disitu.
Bejo remaja mulai mengenal freesex
dengan sesama gepeng. Hanya saja karena
kelainan yang dimilikinya, dia harus mencari pasangan yang mau menerimanya. Tak
jarang dia diperolok teman-temannya. Dia hanya memendam sakit hatinya, mencoba
mencari dan memahami hidupnya. Tapi pada siapa dia bisa bertanya ? Setelah
pertemuan denganku, Bejo yang tak pernah sebejo
namanya itu mengaku seolah menemukan apa yang selama ini menjadi jawaban atas
tanda tanya terbesar yang mengganjal kehidupan bebasnya. Dia
tidak pernah merasa benar-benar merasa bebas seperti yang terlihat. Make Up
yang tebal, gelak tawa, dan lembar-lembar ribuan yang didapatnya tak pernah
mampu membuka belenggu hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar