SENJA MERAH DI KOTA LAMA (1)



Aku Aryo, kadet kapal peti kemas yang sedang singgah di Tanjung Emas untuk mengisi bahan bakar dan perbaikan kecil karena baling-baling turbin sempat menyentuh terumbu karang disekitar kepulauan Karimunjawa. Dari Surabaya kami harus mengangkut peti-peti kemas itu ke Taipei.

Tepat pukul 00.00 dini hari ketika aku tapakkan kakiku pertama kali di Kota Lama. Beberapa gembel tampak mulai menggelar alas alakadarnya sebagai tempat istirahatnya. Beberapa bahkan sudah terdengar mendengkur. Seorang waria menghampiriku dengan gaya kenesnya. “Malam maass, eke.. Betty… Mau ditemenin ngobrol, maaas?”, tanyanya sambil mengulurkan tangan. Meski agak risih aku jabat pula tangannya. "Aryo..!”, jawabku singkat. Bau tajam parfumnya menyeruak di antara gerahnya malam kota Semarang. “Emmm, jadi aku harus panggil kamu mbak, atau mas?, tanyaku basa-basi. “Idiih, emas ini loh… tentu saja mbak, atau panggil saja eke Betty, titik! Kalo besuk pagi, boleh deh, mas panggil eke Bejo, hik. hikk”, kata Betty terkekeh sambil mencubit pinggangku. Aku semakin risih. Tapi kupikir dari pada nggak ada teman di tempat asing ini, bolehlah dia jadi sekedar teman ngobrol. “Eh.. Bet! Deket-deket sini ada mesjid nggak, aku belum salat Isya’, nih?”. “Idiih, eke kira mas Aryo tuh mau indehoy,  pilih-pilih yang anget apa yang hot gicu… sok alim banget  sih mas!”… Betty terlihat kecewa. “Ups.. sorry Betty! aku nih lelaki asli, jadi bisanya indehoy ya … sama perempuan asli, temenan aja yaa? Ntar aku traktir kopi deh!”..Alih-alih setelah merayunya agar tak kecewa, akhirnya Betty menunjukkan juga sebuah masjid di Kauman.

“Eh..Mas Aryo, ngapain juga jengkang-jengking[1] sembahyang?”, Betty menikmati kopi panas yang baru saja diseduh mas Parno di warung meong sekitar kali Berok. Bau parfumnya yang menyengat silih berganti ditimpali uap khas kali Berok. Aku tersenyum dan balik bertanya, ‘Kalau kamu dikasih sesuatu oleh seseorang, apa yang akan kamu lakukan ?’. “Yaa.. eke akan berterimakasih, bahkan bila memungkinkan eke akan balas kebaikan orang itu…”. “Nah… Salat itu adalah wujud terimakasih kita kepada yang Mahakasih. Kita diberi hidup, diberi sehat, diberi kemapuan berfikir dan lain sebagainya, apa kita mampu membalas semua itu…”, kataku bak seorang ustadz kepada santrinya. Betty manggut-manggut. “Tapi, kenapa Tuhan menjadikan eke seperti ini, Mas? dari pasar keliatan perempuan, ee…tapi dari kamar mandi kok keliatan laki-laki banget? Dibilang eke laki-laki tapi kok kemayu, dibilang eke perempuan, tapi kok tenaga kuda? Jadi gimana dong, mas?", Betty setengah protes. “Jangan begitu, itu namanya cobaan. Berarti Betty tengah diuji oleh-Nya. Kalau Betty bisa bertahan dalam keimanan, surga adalah janji yang nyata dari Allah, tapi kalau tidak, jangan ditanya bara api neraka menanti Betty”. Kami bercerita banyak menghabiskan sisa malam.

Bejo alias Betty, waria tunawisma. Tak pernah tahu siapa orang tuanya. Dia ditemukan Yu Kemi pedagang loak yang sering mangkal di Pasar Johar. Kehidupanya tak pernah lepas dari kemalangan. Hanya dua tahun lamanya dia dalam asuhan yu Kemi, sebelum janda itu akhirnya meninggalkannya karena asma. Bejo kecil bertemu Tomi Kucir, residivis kelas teri yang menjadi induk semangnya. Balita itu harus belajar mengemis hingga usia delapan tahun. Pergaulannya yang bebas tanpa mengerti norma dan hukum membawanya menjadi seorang pencopet dengan modus operandi sebagai pengamen. Tak sampai disitu. Bejo remaja mulai mengenal freesex dengan sesama gepeng. Hanya saja karena kelainan yang dimilikinya, dia harus mencari pasangan yang mau menerimanya. Tak jarang dia diperolok teman-temannya. Dia hanya memendam sakit hatinya, mencoba mencari dan memahami hidupnya. Tapi pada siapa dia bisa bertanya ? Setelah pertemuan denganku, Bejo yang tak pernah sebejo namanya itu mengaku seolah menemukan apa yang selama ini menjadi jawaban atas tanda tanya terbesar yang mengganjal kehidupan bebasnya. Dia tidak pernah merasa benar-benar merasa bebas seperti yang terlihat. Make Up yang tebal, gelak tawa, dan lembar-lembar ribuan yang didapatnya tak pernah mampu membuka belenggu hidupnya.

Hapeku bergetar. Bergegas kubuka pesan pendek dari mualim kapalku. “Pelayaran ditunda sampai besok pagi. Kapal kelebihan muatan, hrs bongkar”. Sejenak aku merenung sementara azan subuh terdengar jelas. Aku segera berdiri dan membayar kopi dan camilan yang talah kami santap. “Ayo Betty.. eh .. Bejo, kita ke Masjid…” aku mencoba bergurau. Bejo ragu-ragu. Ayolah kalau mau tobat, mulai sekarang. Kalo nggak mau tobat, ya sudah aku nggak mau jadi teman kamu lagi..” kataku berpura-pura mengancam. Bejo mengangguk, meski masih ragu. “Eke lihat dulu caranya, deh mas..?”, katanya. Gantian aku yang mengangguk. Hapeku bergetar lagi.


[1] Jawa: berarti menungging (gerakan sujud) dalam salat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pertemuan ke-7: ETIKA MENANGANI KONFLIK KEPENTINGAN DALAM BISNIS PERBANKAN SYARIAH

  Salam... Dalam pembelajaran ini Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi situasi di mana kepentingan berbeda-beda dan bertentangan, kem...